"Target Pasar" : Benturan Kepentingan Publik dan Motif Keuntungan

“Cause Visual Speak Louder”. Tagline tersebut mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita yang kerap melewati jalan lingkar utara condong catur. Berbagai penelitian memang membuktikan bahwa manusia memang lebih mudah tertarik dengan gambar dan memiliki memori yang lebih panjang tentang visual dari pada angka dan kata.  Oleh sebab itulah manusia lebih mudah mengingat wajah seseorang daripada nama orang.  Namun apakah selamanya visual yang kita lihat selalu baik untuk kita ingat? Tidak. Sebagai contoh adalah iklan Bintang Toedjoe.

Iklan Bintang Toedjoe sepertinya selalu menimbulkan permasalahan bagi masyarakat yang melihatnya.  Tidak hanya satu produk, tetapi beberapa produk Bintang Toedjoe memiliki iklan yang multitafsir.  Sebut saja iklan Bintang Toedjoe  “Bintang Toedjoe  Masuk Angin Versi  Perawan atau Janda”  dan  “Bintang Toedjoe  Panas Dalam”.  Bintang Toedjoe memiliki dua versi iklan, yaitu iklan audio visual yang  ditayangkan di televisi dan iklan visual yang terpasang di baliho pinggir jalan, kedua iklan tersebut tentunya dapat dilihat siapa saja.

sumber foto : www.ceritamu.com
Iklan Bintang Toedjo Panas Dalam memiliki multitafsir pada kata “biji”. Mungkin pembuat iklan memang sengaja menggunakan kata biji agar masyarakat menerka kepada sesuatu hal. Di dalam iklan pun menggunakan sosok perempuan dan tiga orang laki-laki yang diceritakan sedang berpesta di pantai. Iklan yang kedua Bintang Toedjo Masuk Angin yang melibatkan Cita Citata dengan lagunya “Pilih Perawan atau Janda” yang memang menunjukan tarian-tarian yang tidak pantas dan berbau erotis. Namun sepertinya ada masyarakat yang jeli melihat hal tersebut dan melakukan pengaduan ke KPI sehingga kemudian kata “Bijinya Digoyang, Panas Dalam Hilang” diganti dengan kata “Selasihnya Digoyang, Panas dalamnya Hilang”. Dan kemudian untuk iklan Bintang Toedjo Panas dalam, KPI telah mengeluarkan Imbauan dengan nomer 997/K/KPI/09/15 yang dikeluarkan pada 22 September 2015.

“ Komisi Penyiaran Indonesia Pusat (KPI Pusat) berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU Penyiaran) mempunyai tugas dan kewajiban untuk  menampung, meneliti, dan menindaklanjuti aduan masyarakat terhadap penyelenggaraan penyiaran. Dalam 2 (dua) minggu terakhir ini KPI Pusat menerima cukup banyak aduan masyarakat terhadap Iklan produk “Bintang Toedjoe Masuk Angin” yang menampilkan seorang wanita yang menari dengan goyangan yang kurang pantas. Selain itu, terdapat juga lirik lagu “Abang pilih yang mana, perawan atau janda…”.

KPI Pusat mengingatkan kepada seluruh lembaga penyiaran, baik yang telah menyiarkan maupun yang akan menyiarkan iklan tersebut, agar mematuhi ketentuan yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012, karena muatan dalam lirik lagu tersebut dapat dipandang menjadikan perempuan sebagai objek seks dan dapat berdampak pada Sanksi Administratif Penghentian Sementara sesuai dengan ketentuan Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 20 Ayat (2). KPI Pusat mengimbau seluruh lembaga penyiaran agar lebih selektif dalam menayangkan iklan, serta mematuhi ketentuan tentang penghormatan terhadap norma kesopanan dan kesusilaan serta pelarangan muatan seks dalam lagu yang terdapat dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) KPI Tahun 2012”.

Sebagai seorang mahasiswa yang melihat fenomena tersebut ada dua sisi yang dapat dilihat, pertama televisi dan jalan yang merupakan ruang publik telah dimanfaatkan sebagai media promosi produk yang justru menampilkan ketidakpantasan dan ketidaklayakan. Dan yang kedua, masyarakat Indonesia  telah cukup jeli dalam mengamati konten media.

Sebagai ruang publik, memang seharusnya pihak stasiun televisi lebih selektif dalam menampilkan iklan, sehingga prinsip yang digunakan bukan hanya mencari untung semata (komersial). Televisi juga memiliki fungsi sebagai media edukasi dan hiburan yang tentunya harus menggunakan prinsip moralitas. stasiun televisi harus menyadari bahwa frekuensi yang mereka gunakan adalah frekuensi milik publik dan utamanya konten yang disajikanpun adalah sebesar-besarnya untuk kepentingan publik. Untuk televisi mungkin regulasinya memang lebih ketat, karena ada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang memberikan pengawasan dan memantau jalanya media televisi. Namun bagaimana dengan iklan yang terpasang di jalanan, iklan yang siapa saja bisa melihatnya tanpa bisa mengganti Chanel acara? Lagi-lagi prinsip mencari keuntungan masih menjadi tujuan utama.   


Benturan antara kepentingan publik dengan motif mencari keuntungan sepertinya tidak akan pernah ada habisnya. Di satu sisi masyarakat harus melawan televisi, namun di sisi lain mereka juga harus melawan kepentingan pemerintah daerah dalam meningkatkan APBD melalui pajak reklame. Pada akhirnya, masyarakat tetap akan menjadi objek dari segala motif keuntungan dengan julukan “target pasar”.

Elfi Husniawati 13/349596/SP/25823

sumber :
http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-sanksi/33002-imbauan-untuk-seluruh-lembaga-penyiaaran-mengenai-iklan-produk-bintang-toedjoe-masuk-angin
https://www.youtube.com/watch?v=cMs5Un3d9Vk
https://www.youtube.com/watch?v=44Ta6RiH8II

sumber foto :
http://www.ceritamu.com/cerita/Goyang-Dumang-di-Bintang-Toedjoe-panas-dalam-biji-selasih-asik-juga

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Beginning : One Ok Rock dan Larc-en-Ciel

Pesona Gunung Panggung