Sebuah Tanya : Tanah Surga Katanya #bridgingcourse
Tanah Surga Katanya,
adalah sebuah film yang mengisahkan kehidupan masyarakat terluar di Indonesia,
di garis batas dengan Sarawak Malaysia. Bercerita tentang kakak beradik bernama
Salman dan Salina yang hidup dengan Kakeknya setelah ditinggal ayahnya yang
merantau ke negeri Malaysia. Selain Salman yang menjadi tokoh utama dalam
cerita ini, film ini mengisahkan pula tentang kehidupan anak-anak SD yang ada di sana. Sebuah sekolah dengan
seorang guru yang mengajar semua kelasnya.
Film ini menampilkan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi yang mungkin
kita sebagai Bangsa Indonesia tak pernah membayangkanya, seperti siswa yang
tidak tahu seperti apa bendera Indonesia dan lagu kebangsaan Indonesia. hal-hal
itu ditampilkan secara menarik dalam film ini, ketika bu Astuti, satu-satunya
guru disekolah itu menugaskan pada anak didiknya untuk menggambar bendera merah
putih, hanya ada satu orang yang menggambarkanya dengan benar sedangkan yang
lain menggambarkanya dengan pola beraneka. Selanjutnya ketika Dokter Anwar yang bertugas di desa itu, menggantikan
Ibu Astuti untuk sementara waktu dan kemudian memberi hukuman kepada anak-anak untuk
menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, mereka justru menyanyikan lagu
Kolam Susu dari Koes Ploes. Karena hanya lagu itulah yang mereka dengar selama
ini.
Film ini juga
memaparkan tentang betapa kerja kerasnya Salman dalam mencari uang untuk
membiayai pengobatan kakeknya. Berkelana ke Malaysia hanya untuk bekerja di
usianya yang masih belia.
Akhir cerita, kakek
Salman meninggal dalam perjalanan memperoleh pengobatan. Sementara anak
satu-satunya dan cucu perempuanya hidup sejahtera di Malaysia. Namun pada
akhirnya si anak merasakan penyesalanya. Meninggalkan ayah dan anak-anaknya di
Indonesia untuk merantau ke negeri Malaysia. Inilah akhir cerita yang ditutup
dengan penyesalan. Walau apapun yang terjadi, tetaplah cinta pada tanah airmu.
Dari segi konsep dan
ide cerita, film ini sangatlah menyetuh, dalam artian membangkitkan kecintaan
kita terhadap tanah air meski seburuk apapun keadaan yang terjadi. Penggambaran
kehidupan masyarakat di perbatasan pun sangat apik dan jelas. Kesan-kesan yang ditimbulkan untuk mendukung judul
“Katanya” sangatlah cocok dan sempurna. Hal ini dapat dilihat dari penggambaran
perbedaan kehidupan di tempat Salman yanga hanya ada sebuah TV di dusunya dan
betapa buruknya infrastruktur pendidikan dan tidak adanya fasilitas kesehatan,
bertolak belakang dengan tempat itu, di Sarawak, Malaysia keadaan telah sangat
berbeda. Kehidupan di sana telah memberikan kesejahteraan dan kemajuan, serta
kehidupan yang jauh lebih baik.
Herwin Novianto sebagai
sutradara, mampu menampilkan konflik batin yang terjadi terhadap para
tokoh-tokoh yang terlibat dalam film ini dengan senyata mungkin. Menegaskan
bahwa apapun yang terjadi dengan Negara ini, seburuk apapun, tetaplah cinta
kepada Indonesia dan jangan meninggalkanya.
Di sisi lain, beberapa
tokoh diperankan kurang maksimal, sehingga beberapa adegan dalam film ini
terkesan menunjukan seperti film komedi. Dapat dilihat karakter dokter Anwar
yang diperankan oleh Ringgo Agus Rahman, hal ini mengurangi perspektif penonton
tentang seorang dokter, yang dalam hal ini digambarkan agak “konyol” dan kurang
menjiwai peranya sebagai seorang dokter.
Dibandingkan dengan
film yang betemakan sejenis, seperti Tanah Air Beta dan Denias, dari segi
kualitas Tanah Surga Katanya memang
sedikit kurang, dalam arti belum mampu membawa emosi penonton secara penuh
menangkap pesan-pesan yang terkandung dalam film ini. Namun film ini sudah
cukup baik dan mampu untuk disandingkan dengan film-film tersebut, mengingat
tema yang disampaikan adalah sebuah realitas yang mampu digambarkan secara
unik.
Komentar
Posting Komentar