Foto Ketidakmanusiaan yang Mengundang Kemanusiaan?


Beberapa hari ini media online maupun konvensional ramai memberitakan mengenai sebuah foto balita pengungsi  suriah yang meninggal dan terdampar di pinggir pantai Turki.  Anak tersebut bernama Aylan Kurdi, yang masih berusia 3 tahun namun sudah harus meregang nyawa demi perjuanganya mencari tanah penghidupan. Foto di mana anak tersebut terdampar sementara 2 petugas keamanan setepat hanya berdiam diri tentunya memancing banyak respon dari masyarakat dunia. Foto tersebut memang mampu menampilkan kebenaran, mampu memberikan emosi bagi yang melihatnya. Namun apakah foto tersebut sangat layak untuk dipublikasikan. Bagi saya yang melihatnya, foto tersebut terasa sangat kejam untuk dipublikasikan. Bukan berarri tidak peduli, tetapi memajang foto seorang anak yang meninggal dan terdampar di tepi pantai sangatlah tidak manusiawi.
Hal tersebut sebenarnyasudah banyak  terjadi di facebook, di mana beberapa tulisan yang menyertakan foto mengenai bayi dan anak kecil yang menjadi korban perang di Timur Tengah dengan keadaan yang mengenaskan. Sekali lagi, bukan karena saya tidak peduli, tetapi saya justru sangat peduli. Tetapi cobalah mencari jalan lain untuk menyampaikan kepedulian itu, jangan justru dengan cara yang tidak manusiawi. Apakah masyarakat tidak berpikir mengenai orang tua dari anak-anak itu juga merasa sedih bila mengetahui jasad anaknya yang dalam kondisi mengenaskan tersebar ke dunia maya?
Di Jepang, stasiun televisi tidak boleh menampilkan gambar dari korban terlebih mereka yang telah meninggal. Berbeda dengan di Indonesia, kekejaman dan kesadisan sebuah gambar justru menjadi daya tarik utama media untuk mendapatkan rating yang tinggi.Hal tersebut tentunya menjadi sebuah pelanggaran terhadap nilai kemanusiaan dan norma masyarakat. Pelanggaran atas norma sosial dan nilai-nilai kemanusiaan dikorbankan demi sebuah kesan tersendiri (impression). KPI sebenarnya pernah menegur salah satu stasiun televisi swasta  karena menampilkan jasad yang terapung dilaut secara live, namun siapa yang bisa menarik informasi yang telah dikeluarkan oleh media? Begitu media menyiarkan dan masyarakat mendapatkanya, maka arus informasi tidak terbendung lagi.

Meski bukan pelanggaran hukum dan hanya di dalam ranah norma sosial masyarakat, kasus “kesadisan” tersebut harus dibatasi dan sebisa mungkin dihentikan. Karena walaupun sudah tak bernyawa dan hanya menjadi seonggok daging, jasad tetaplah manusia yang harus diperlakukan sebagaimana mestinya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Beginning : One Ok Rock dan Larc-en-Ciel

Pesona Gunung Panggung