PERCAKAPAN TENTANG MATI YANG DIINGINKAN

Malaikat itu datang, membawa ingatan masa lalu sebelum akhirnya mencabut nyawaku. Suaranya menggelegar bagai petir bercampur gemuruh awan. Berbeda dengan beberapa waktu yang lalu ketika dia menemuiku sebelumnya. pertemuan untuk sebuah kesepakatan.
*

  • Menurutmu, bagaimana cara mati yang terbaik? Apakah secara tiba-tiba atau secara perlahan?
  • Hmm, maksudnya?
  • Ya mati secara tiba-tiba tanpa sakit-sakitan atau mati secara perlahan dengan sakit dulu lalu masuk rumah sakit untuk waktu yang lama.
  • Hmm, kalau begitu aku memilih cara perlahan aja.
  • Kenapa?
  • Ya biar aku bisa minta macem-macem dulu sebelum mati. Syukur-syukur tobat lah, banyakin ibadah.
  • Jadi ibaratanya agar kamu melakukan persiapan?
  • Yap.
  • Tapi bukankah itu justru menyiksamu dan bahkan orang tua dan keluargamu? Kamu akan merasakan rasa sakit yang lama dan bahkan membutuhkan biaya yang besar untuk sekedar mati?
  • Hmm, iya sih. Tapi kalo secara tiba-tiba emang gimana?
  • Kalau secara tiba-tiba tentunya kita tidak akan merasakan sakit untuk waktu yang lama. Tapi..
  • Tapi apa..
  • Kita akan membuat orang-orang disekitar kita jauh lebih sedih.
  • Bagaimana bisa?
  • Karena mereka akan merasa bersalah karena tidak bisa memberi kenangan yang berharga  sebelum kematian kita.
  • Kau betul juga. Lalu cara apa yang kau pilih?
  • Itulah alasanku bertanya kepadamu, untuk sebuah pertimbangan.
  • Pertimbangan?
  • Aku tidak ingin orang tua dan orang-orang yang kucintai  menangis karena kematiaku. Tetapi aku juga tidak bisa melihat orang-orang yang kucintai pergi meninggalkanku.
  • Hmm, mungkin itulah alasan mengapa kita tidak tahu takdir kematian kita.
  • Kali ini kau benar. Tapi aku harus memilih salah satunya.

*


Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Beginning : One Ok Rock dan Larc-en-Ciel

Pesona Gunung Panggung