COMPOSER IN VACATION #2
Sudah rindu denganku kah?
Akupun demikian, sudah tak sabar menuliskan perjalanan
penuh cinta ini.
Jadi lanjutannya begini
Aku senang sekali
Kita ga tersesat lebih jauh lagi
Walaupun kita datangnya keri
Hihihihi
Serius..
Mungkin saat itu sudah jam 10 lebih, rombongan
disambut oleh beberapa staff LOKANANTA di sebuah ruangan yang sangat luas yang
ternyata itu adalah sebuah studio. Wow, ini studio terbesar di Indonesia yang
luasnya setara dengan Selasar Barat Fisipol kita. Duduk bersilalah kita di
studio raksasa yang dinginnya begitu menusuk jari-jari kaki tak berkaos kaki.
Dimulailah sesi pengenalan LOKANANTA oleh beberapa bapak, ibu dan mas-mas
tercinta.
Nah bagian ini sedikit membosankan, soalnya aku akan
cerita tentang LOKANANTA berdasarkan apa yang aku tangkap dari penjelasan
bapak, ibu dan mas-mas tadi. Jadi tolong keikhlasannya untuk membaca yaa,
soalnya ini yang penting “LAPORAN PERJALANAN” . sekali lagi keikhalsannya.
Sejarah LOKANANTA
Pada masa pemerintahan Soekarno, Indonesia saat itu
terdiri dari 27 Propinsi dengan budaya yang berbeda, khususnya lagu-lagu
daerah. Saat itu, Pak Utoyo, Pimpinan Teknik RRI pusat memiliki gagasan untuk
bagaimana orang Aceh sana bisa mendengarkan lagu Apuse, dan orang Maluku bisa
mendengarkan ampar-ampar pisang. Tak disangka idenya itu mendapat persetujuan
dari pak Soekarno. Dan dimulailah program itu dengan mekanisme RRI daerah
mengirimkan master lagu daerhanya masing-masing dan RRI pusat menyatukan
lagu-lagu itu dalam sebuah album dan kemudian dikirimkan lagi ke RRI daerah.
Saat
itu karena yang paling mentok adalah piringan hitam, jadi lagu-lagu itu dicetak
dalam bentuk piringan hitam. Dan saat itu yang menjadi transkrip berita atau
RRI pusat adalah di Lokananta. Disinilah
piringan-piringan hitam itu di cetak. Lokananta sendiri berdiri tepatnya pada
29 pktober 1956.
Selain disebarkan ke RRI daerah,
ternyata lpiringan hitam berisi lagu-lagu daerah itu juga dijadikan souvenir
perayaan GANEVO di Indonesia kepada negara-negara peserta. Percaya tidak
percaya, cetakan piringan hitam ini berulangkali menyelamatkan budaya Indonesia
dari caplokan negara tetangga. Bahkan Lagu kenegaraan Malaysiapun nadanya sama
persis dengan lagu Terang Bulan. Jadi lagu terang bulan telah lebih dulu
direkam dengan piringan hitam dari pada kemerdekaan Malaysia. Jadi
kesimpulannya silahkan diambil sendiri.
Selanjutnya pada tahun 1960
LOKANANTA diberi kewenangan untuk menomersialisasikan dan menjual piringan
hitam berisi lagu-lagu daerah tadi. Kemudian tahun 1972 produksi piringan hitam
mulai dihentikan, karena saat itu muncullah pita kaset yang lebih kecil dan
praktis. Saat itu LOKANANTA masihlah berupa percetakan, dan belum memiliki
studio. Barulah pada sekitar tahun 70-80an LOKANANTA memiliki sebuah studio,dan
studio itupun hanya ditunjukkan untuk rekaman-rekaman kebudayaan. Jadi tak
sembarang orang bisa rekaman di sana saatitu, salah satu yang beruntung adalah
Waljinah, Gesang, Upit Sarimana dan lain-lain. Barulah kemudian bapaknya Indra
Lesmana menyusul.
Memasuki masa kelam. Ingat Reformasi
pasti ingat Departemen Penerangan. Nah sayangnya saat itu ternyata LOKANANTA
berada di bawah Departemen Penerangan, dan al hasil sebagai salah satu akibat
Reformasi segala hal berbau DepPan dibubarkan pada 1998. Namun seperti Eropa yang mengelami Dark
Age, Renaissances pun segera datang.
2004, Lokananta menjadi Perum Percetakan RI cabang Surakarta, artinya
Lokananta akhirnya dibangkitkan dari kuburnya.
Di masa sekarang ini, Lokananta
masih menunjukkan eksistensinya. Studio terbesar di Indonesia ini bahkan telah
digunakan untuk rekaman Shaggy Dog, Efek Rumah Kaca, White Shoes, dan baru-baru
ini untuk Rekaman full Album terbarunya Glen Fredly. Hehehe jadi kemarin kita bisa sekalian
nyolong start lagu-lagunya Glen yang belum terpublikasi… hahahaha. Fakta mengejutkan lagi, ternyata alat-alat
rekaman yang ada itu diimpor dari Jerman dan Inggri dan konon katanya hanya ada
3 di dunia. Salut.
Ini nih ada foto-fotonya.perhatikan
baik-baik.
Tunggu
kelanjutan jalan-jalan kita yaa…
Komentar
Posting Komentar