Bocah Kecil di Pelupuk Mata : Karena Perjuangan Mempertahankan Tanah Tidak Bisa Ditunda!!
Pada 28 September 2015, suatu hari yang panas dan mencekam.
Aku
tidak tahu siapa nama anak kecil itu, yang jelas dia masihlah seorang bocah laki-laki
yang masih duduk di bangku taman kanak-kanak. Ya aku tahu itu dari seragam TK
kotak-kotak merah yang dikenakanya. Bocah itu terlihat sedikit murung, dan
beberapa kali menutupi tubuhnya dengan bendera yang dia bawa, ya tentunya
bendera itu lebih tinggi dan lebih besar dari ukuran tubuhnya yang mungil. Setidaknya
bendera itu dibuatnya sebagai peneduh terik panas kota Jogja. Bocah itu
satu-satunya anak yang ikut berjalan kaki dalam aksi, meskipun ada pula seorang
ibu yang menggendong anaknya yang masih bayi, dan sesekali pula ibu itu mundur
dari rombongan untuk menyusui bayi mungilnya.
Bocah
itu cukup kuat menahan panas, bahkan hanya dengan sandal jepit yang
dikenakanya. Berbeda dengan kami yang bersepatu, celana dan baju lengan panjang
lengkap dengan jaket, dan masker untuk sekedar menahan udara panas. Kami akui
kami kalah, dan bahkan sempat menyerah. Perjuangan kami mengulik informasi
ternyata tak sebanding dengan perjuangan anak itu. Seorang anak yang diusianya masih
seperempat dari kami sudah harus berjuang mempertahankan rumahnya. Saya merasa
malu tentunya.
Di
saat menteri pertahanan dan presiden negeri ini menggencar-gencarkan program
bela negara, lihatlah bocah itu telah berjuang di garis depan perlawanan. Bocah
itu tidak hanya membela negara, tetapi keadilan dan hak-hak yang seharusnya
dimiliki setiap warga negara. Sayangnya,
penguasa dan pemerintah yang seharusnya menegakkan hak-hak itu, justru
menjadi pihak yang harus mereka lawan atas perampasan keadilan. Lalu kepada
siapa mereka harus mengadu atas semua permasalahan ini? -elf-
Komentar
Posting Komentar