Ketika Perempuan Bicara


Emansipasi tak selamanya menjadi jaminan akan terpenuhinya semua hak-hak perempuan. Emansipasi terkadang menjadi pembelaan  untuk sebuah obrolan yang tak penting arah dan tujuannya. Perempuan belum sepenuhnya mengerti apa itu emansipasi. Terbentuk opini secara umum bahwa emansipasi adalah kartini dan yang diperingati pada 21 april setiap tahunnya. Itu semua memang benar ada hubungannya dengan emansipasi, namun secara arti, emansipasi jauh lebih besar dari pada  peringatan-peringatan simbolik itu.
Seringkali kita berkata bahwa sekarang adalah jaman emansipasi. Perempuan juga bisa sejajar dengan laki-laki. Pertanyaannya sejajar dalam hal apa dan sejajar bagaimana? Itulah masalah yang dihadapi generasi yang hidup sekarang ini.

Emansipasi adalah sebuah kesejajaran dalam hal pemikiran. Perempuan bebas mengekspresikan segala hal yang mereka pikirkan. Tak ada kekangan dan aturan untuk membungkam setiap mulut yang ingin membebaskan kata-katanya. Mereka berhak berpendapat akan apa yang mereka rasakan dan akan apa yang seharusnya mereka dapatkan. Mereka berhak mengadu, berargument, berpendapat, berbicara dan terlibat dalam forum-forum resmi dan kemasyarakatan. Perempuan juga berhak memperoleh pendidikan yang layak bahkan jauhlebih tinggi dari laki-laki.

Yang kedua, emansipasi  dari rasa takut.  Seringkali perempuan menjadi  orang yang disalahkan atas kejahatan yang mereka dapatkan. Perempuan dijadikan kambing hitam sebuah kebijakan Negara yang mengatasnamakan agama.  Bagaimana mungkin seorang perempuan yang lengkap mengenakan jilbab dan bercadar ditetapkan menjadi tersangka atas pemerkosaan yang diterimanya? Sebuah ironi dimana para pria menjadi penguasa kebijakan Negara.  Secara tidak langsung hal ini berarti akan membunuh perempuan secara perlahan. Perempuan seolah-olah dipaksa untuk tidak usah keluar rumah dan hal ini berarti memaksa pula mereka untuk  tidak mendapatkan kebebasan. Perempuan harus bebas dari rasa takut ini. Perempuan harus berani dan mampu untuk melindungi diri mereka sendiri.

Yang ketiga, perempuan harus bebas  dari segala penindasan yang mengancam mereka. Penindasan dalam bentuk kata-kata, perlakuan, dan tindak kekerasan lainnya. Perempuan harus bebas dari segala hal ini.  Entah dalam hal kemasyarakatan, pekerjaan, agama dan suku bangsa. Adat-adat yang masih mengekang hak-hak perempuan dengan alasan kodrat, harus mulai ditinjau kembali. Pandangan masyarakat bahwa perempuan adalah makhluk lemah harus di patahkan. Kita hidup di Indonesia, dimana perempaun adalah mayoritas. Namun dalam kenyataan perempuan justru menjadi sebuah objek. Objek  yang dikendalikan oleh si pembuat kalimat, objek yang akan selalu mengikuti si subjek, dalam hal ini laki-laki.

Sudah saatnya perempuan bangkit dan bergerak melawan penindasan-penindasann yang merugikan mereka. Mulai melawan dengan cara kepintaran. Mulai melawan dengan  kedewasaan, ke-bijak-an, dan dengan pembuktian. Inilah saat yang tepat, mulai hari ini dengan sebuah langkah pertama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Beginning : One Ok Rock dan Larc-en-Ciel

Pesona Gunung Panggung